Makam KH. Moh Kholil, Bangkalan (3)
Santrinya jadi Tokoh Penting
Tidak seberapa lama di pondok Demangan, Wahab Chasbullah diperintah untuk nyantri kepada KH. Hasyim Asyari di Tebuireng, Jombang yang merupakan Santri pertama yang kini dikenal sebagai tokoh pendiri Nahdhatul Ulama (NU). Analog inilah yang dikaitkan oleh orang banyak, bahwa dikemudian hari akan berdiri pondok besar di Tebuireng, Jombang.
Santri dari luar Madura yang datang di Antaranya, Abdul Karim dari Lirboyo Kediri. Sebagaimana Chasbullah, Karim oleh KH Moh Kholil juga diuji dengan cara merampas semua sangu yang dibawanya. Maksudnya untuk mengajari hidup prihatin. Ternyata dikemudian hari Abdul Karim dikenal Masyarakat luas dengan sebutan "Mbah Manaf Lirboyo".
Selain dari kedua orang itu yang mendapat cobaan dari beliau juga dari KH. Wahid Hasyim. Di masa bayinya, Wahid Hasyim dibawa KH. Hasyim Asy'ari bersama istri untuk menghadap beliau. Bertepatan dengan hujan deras kedatangan ketiga orang itu tidak diterima Kyai dan tidak diperbolehkan masuk rumahnya, sehingga mereka basah kuyup kehujanan.
Masjid Syaichona Moh Kholil - Martajasah, Bangkalan |
Berkat dorongan beliau pula NU dibentuk. Sehingga waktu KH. As'ad Syamsul Arifin - Dikenal sebagai pengasuh pondok Sukorejo Asembagus diminta oleh KH. Hasyim Asyari meminta doa restu padanya. As'ad diberi tongkat dan salah satu ayat Al-Quran yang dibaca Nabi Musa untuk menghadapi tukang sihir. Kejadian ini terjadi sekitar tahun 1924. Kemudian As'ad datang lagi dengan diberi wiridan yang khabir dan sebuah tasbih untuk wiridan.
KH. Moh Kholil yang terbiasa mendirikan Masjid dimana ia mengajar Ilmu Agama itu, Sebelum wafat memberi wasiat agar dimakamkan dibawah pohon mlinjo, karena dibawah pohon itu tempatnya istirahat bila kelelahan.
KH. Kholil wafat pada 29 Ramadhan 1343 H. atau 1925 Masehi, dan NU (Nahdlatul Ulama) baru didirikan tahun 1926 Masehi.
Deretan santri almarhum yang jadi tokoh penting, diantaranya KH Hasyim Asyari dari Tebuireng Jombang, KH. Wahab Chasbullah dari Tambak Beras Jombang, KH As'ad Syamsul Arifin dari Asembagus Situbondo, KH. Bisri Syamsuri dari Denanyar Jombang, KH Muhammad Hasan, Genggong Probolinggo, KH. Zaini Mun'im dari Paiton Probolinggo, KH Nawawi dari Sidogiri Pasuruan, KH Karim dari Lirboyo Kediri, KH Maskumambang dari Gresik, KH. Anwar dari Jombang, KH. Zainal Abidin dari Kraksaan Probolinggo. (Hori/Memorandum)