Pendiri Masjid Agung dan Ahli Strategi Perang
Selain Pesarean KH. Moh. Kholil Bin Abdul Latief, obyek wsiata religi yang juga wajib dikunjungi oleh peziarah adalah Pesarean Sultan Abdul Kadirun. Pesarean yang terletak ditengah-tengah jantung Kota Bangkalan tepatnya dijalan protokol Sultan Abdul Kadirun yang berada satu area dengan Masjid Agung Bangkalan. Didalam pesarean terdapat banyak makam-makam keramat yang masih satu garis keturunan dengan raja-raja Madura Barat.
Sosok Sultan Abdul Kadirun sejatinya bernama asli Raden Maulana Abdul Kadir. Beliau adalah putra kedua dari 13 bersaudara hasil pernikahan Raden Abduh alias Sultan Abdurahman Cakra Adiningrat I (1780-1815) dengan istri keduanya bernama Raden Ayu Saruni. Selain Raja yang ahli agama dan khusuk, tetapi juga populer sebagai seorang ahli strategi dan takti perang. Beliau, terutama di masa mudanya, kerap kali secara langsung memimpin pasukan ke medan tempur, baik ketika melawan tentara kolonial Inggris maupun sejumlah kerajaan di Pulau Jawa dan Sulawesi. Beliau juga sebagai penggas berdirinya Masjid Agung Bangkalan.
Kunjungan Abdi Dalem Keraton Solo ke Makam Sultan Abdul Kadirun |
Bagi komunitas masyarakat Kota Bangkalan, situs makam keramat yang satu ini bukanlah hal yang asing lagi. Maklum, kompleks makam tua peninggalan abad ke 18 ini, lokasinya tepat berada di belakang Masjid Agung Kota Bangkalan. Selain itu, Pasarean Sultan Abdul Kadirun, demikian warga perkotaan biasa menyebutnya, juga kerap dijadikan jujukan Umat Islam di lingkup perkotaan untuk berziarah dan tirakatan.
Terutama setiap malam Jumat, atau hari-hari besar keagamaan Islam, setidaknya ada belasan Umat Islam di Kota Bangkalan dan sekitarnya, selalu menyempatkan diri berziarah dan berdo’a di cungkup Pasaren Sultan Abdul Kadirun ini.
Demikian pula, rombongan bus pariwisata dari luar daerah, sesekali juga menyempatkan diri berkunjung dan berziarah ke Pasarean Sultan Abdul Kadirun. Biasanya, kunjungan sporadis itu dilakukan rombongan peziarah seusai menunaikan Sholat Dhuhur atau Asyar di Masjid Agung Kota Bangkalan, setelah mereka menyelesaikan kunjungan ke Pasarean KH Moh Kholil Bin Abdul Latief.
Itu sebabnya, meskipun gaung popularitas Pasarean Sultan Abdul Kadirun belum bisa diesetarakan dengan aura Pasarean KH Moh Kholil Bin Abdul Latief, Pasarean Aermata, Makam Agung dan Situs Purbakala Bukit Geger, namun situs makam keramat yang satu ini, patut pula diperkenalkan sebagai salah satu obyek wisata religi andalan Kabupaten Bangkalan.
Ada beberapa alasan logis mengapa kebijakan itu patut diaktualisasikan. Diantaranya, lokasi Pasarean Sultan Abdul Kadirun dinilai amat strategis, karena tepat berada di jantung kota Bangkalan. Jelasnya, situs makam keramat ini ada di tepi jalan protokol Sultan Abdul Kadirun. Lokasinya juga tepat berhadapan dengan kompleks taman bunga dan dua kompleks alun-alun Kota Bangkalan.
Selain itu, posisi Pasarean Sultan Abdul Kadirun juga berdekatan dengan pusat perbelajaan di sepanjang Jalan Panglima Sudirman, Jalan A Yani, Jalan Mayjen Sungkono dan Jalan Trunojoyo. Juga tidak terlalu jauh dari rumah dinas Bupati dan pendopo kabupaten sebagai pusat pemerintahan.
Karena lokasinya yang strategis itu, Pasarean Sultan Abdul Kadirun jadi terkena imbas dari keindahan ekosistem Kota Bangkalan, yang sudah enam kali sukses menyabet anugerah Adipura. Jika malam tiba, suasana kompleks Masjid Agung dan Pasarean Sultan Abdul Kadirun, seakan ikut larut dalam pendar sinar warna-warni lampu perkotaan.
Dengan demikian, siapapun peziarah dari luar daerah yang berkunjung ke Pasarean Sultan Abdul Kadirun, baik itu dalam bentuk perorangan maupun rombongan pariwisata, secara otomatis juga akan menikmati keelokan ekosistem Kota Bangkalan dengan gemerlap lampu hiasnya yang cukup eksotis. Mereka yang ingin berbelanja sebaneka kebutuhan, termasuk mencicip aneka kuliner khas Bangkalan, juga bisa diperoleh dengan mudah. Sebab belasan mini market, toko serba ada ( toserba), restoran, rumah makan, warung tradisonal, sejumlah kios souvenir arts, dan bahkan sejumlah prasarana penginapan, banyak bertebaran di sekitar lokasi Pasarean.
Itu sebabnya, sekali lagi, adalah hal yang logis jika Pasarean Sultan Abdul Kadirun di jantung perkotaan, juga patut dab layak diposisikan sebagai salah satu obyek wiasata religi kebanggaan Kabupaten Bangkalan. Terlebih, meski masih terbatas, situs Pasarean Sultan Abdul Kadirun, mulai dikenal oleh para peziarah dari luar Pulau Madura. Terutama, para peziarah dari sejumlah Kabupeten dan Kota di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, DKI-Jakarta dan sekitarnya.
Ahli Strategi dan Taktik Perang
Semasa hidupnya tempo dulu, Sultan Abdul Kadirun alias Pangeran Adipati Cakra Adiningrat II (1815-1847), tidak hanya dikenal sebagai sosok Raja yang ahli agama dan khusuk, tetapi juga populer sebagai seorang ahli strategi dan takti perang. Beliau, terutama di masa mudanya, kerap kali secara langsung memimpin pasukan ke medan tempur, baik ketika melawan tentara kolonial Inggris maupun sejumlah kerajaan di Pulau Jawa dan Sulawesi. Lalu siapa sebenarnya sosok Sultan Abdul Kadirun ? inipun cukup menarik untuk kita simak.Sultan Abdul Kadirun sejatinya bernama asli Raden Maulana Abdul Kadir. Beliau adalah putra kedua dari 13 bersaudara hasil pernikahan Raden Abduh alias Sultan Abdurahman Cakra Adiningrat I (1780-1815) dengan istri keduanya bernama Raden Ayu Saruni. Dengan demikian, bisa dipastikan di sini bahwa secara hirarki, silsilah Sultan Abdul Kadirun masih tergolong garis keturunan dari Ki Demung Plakaran, Raden Pragalbo dan Ki Pratanu alias Panembahan Lemah Duwur yang situs makamnya menyatu di kompleks Makam Agung, serta keturunan para Raja Madura Barat yang situs makamnya berada di kompleks Paseran Aermata, Kecamatan Arosbaya.
Semasa mudanya, Raden Maulana Abdul Kadir dikenal sebagai sosok lelaki yang cakap, cerdas serta memiliki kebugaran pisik yang prima. Beliau yang kaprah pula disebut Raden Tumenggung Mangku Adinirat, juga populer sebagai Muslim yang alim, serta memiliki kepakaran dalam menyusun strategi dan taktik perang.
Sayangnya, saat itu Kerajaan Bangkalan sudah berada di bawah kendali Pemerintah Hindia Belanda. Itu sebabnya, sebagai ahli strategi dan taktik perang, Raden Maulana Abdul Kadir yang usianya masih sangat muda, kerap kali dimintai bantuan Pemerintah Hindia Belanda untuk memadamkan pemberontkan di berbagai daerah di luar Pulau Madura.
Ketika usianya baru beranjak 22 tahun, atau tepatnya pada tahun 1880 Masehi, misalnya, dimintai bantuan untuk memimpin 500 bala tentara Kerajaan Bangkalan dalam perang Belanda melawan Inggris dalam pertempuran yang dikenal dengan sebutan Perang Ciligcing di Batavia ( sekaran Jakarta). Berkat kehebatannya dalam memimpin pasukan di medan tempur, pada tahun 1881 Masehi Abdul Kadir kemudian mendapat hadiah berupa Talam (Nampan) Emas.
Karena kealiman dan kecakapannya diberbagai bidang itu, dua tahun kemudian, tepatnya ketika Abdul Kadir berusia 25 tahun, beliau diangkat sebagai Raja Muda ( Ratoh Magang) dengan gelar Pangeran Adipati Cakra Adiningrat II, sebagai persiapan untuk menggantikan tahta ayahnya Sultan Abdurahman Cakra Adiningrat I. Ketika berstatus Raja Muda itulah, Abdul Kadir selalu dimintai bantuan Pemerintah Hindia Belanda untuk ikut memadamkan api pemberontakan yang banyak terjadi di luar Pulau Madura.
Pada tahun 1886 Masehi, misalnya, Raden Maulana Abdul Kadir kembali turun memimpin pasukan Kerajaan Bangkalan menuju medan tempur di Cirebon, Jawa Barat. Kali ini, Abdul Kadir yang memimpin bala tentara kerajaan berkekuatan 1000 prajurit, diminta ikut memadamkan api pemberontakan Raden Bagus Idun yang sangat ditakuti Belanda. Berkat jasanya di medan tempur yang satu ini, Abdul Kadir kembali mendapat hadiah. Kali ini berupa sebilah keris bergagang emas dan bertabur intan.
Pada tahun 1815 Masehi, Sultan Abdurahman Cakra Adingrat I wafat. Saat itulah, Raden Maulana Abdul Kadir yang sudah berusia 37 tahun, lalu dinobatkan menjadi Raja Bangkalan. Beliau yang sebelumnya bergelar Pangeran Adipati Cakra Adiningrat II, mendapat gelar tambahan Pangeran Adipati Seco Adiningrat III.Prosesi penobatan beliau ini tepat bersamaan dengan pengemabalian kembali kekuasaan Inggris kepada pemerintah Hindia Belanda.
Setelah naik tahta, kepakaran Raden Maulana Abdul Kadir dalam menyusun strategi dan taktik perang kembali diuji. Kali ini, tepatnya pada tahun 1824 Masehi, Gubernur Jenderal Pemerintah Hindia Belanda, Va Der Capellen, meminta Abdul Kadir untuk membantu memadamkan pemberontakan Sultan Bone di Sulawesi.
Dalam perang Bone ini, Kerajaan Bangkalan mengirim bala tentara berkekuatan 900 pasukan bersenapan bedil, 600 pasukan bersenjata tombak, 80 pasukan berkuda, serta membawa dua buah meriam. Hanya saja, dalam pertempuran di Bone, Raden Maulana Abdul Kadir tidak turun langsung memimpin pasukan di medan perang. Dia memasrahkan kepemimpinan perang kepada putranya yang kedelapan Pangeran Suryo Adingrat ( Pengeran Sorjeh), dibantu calon putra mahkota Pangeran Adipati Seco Adiningrat IV ( Pangeran Yusuf), serta salah seorang menantunya Pangeran AtmojoAdiningrat.
Sementara Raden Maulana Abdul Kadir, dalam perang kali ini, hanya berperan sebagai pengatur strategi dan taktik perang dari balik layar. Setelah tujuh bulan berjibaku dalam perang Bone, Pasukan Kerajaan Bangkalan akhirnya di tarik pulang ke Madura. Beberapa tahun kemudian, bala tentara dari Kerajaan bangkalan kembali dikirim ke Yogyakarta. Kali ini, Raden Maulana Abdul Kadir dimintai bantuan untuk ikut meredam perlawanan Pangeran Diponogero yang sangat alot dan ditakuti Pemerintah Hindia Belanda.
Begitulah beberapa kisah sejarah yang menggambarkan seputar kepakaran Raden Maulana Abdul Kadir alias Pangeran Adipati Cakra Adiningrat II dalam menyusun strategi dan taktik perang selama menjadi penguasa Kerajaan Madura Barat Bangkalan. Sayangnya, beliau yang sejatinya amat anti penjajahan, dengan amat terpaksa harus memenuhi setiap permintaan bantuan penjajah Belanda, karena di era pemerintahan beliau Kerajaan bangkalan memang tengah berada di bawah kendali Pemerintah Hindia Belanda.