SEBELUM SANTRI-SANTRI DATANG SUDAH BERPINDAH TEMPAT
Masjid tua yang berada di tengah-tengah perkampungan Kelurahan Mlajah, Kota Bangkalan ini bisa dikatakan unik. Menurut ceritanya masjid yang semula ditepi jalan raya, tanpa banyak diketahui orang tiba-tiba berpindah agak ke dalam, namun masih dalam lokasi lama.
Akibat berpindahnya masjid tersebut, tak heran jika setiap hari banyak orang selain shalat juga tirakatan. Mereka bukan hanya datang dari Bangkalan, namun juga dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Gresik dan daerah lainnya.
Kedatangan mereka, khususnya bagi ahli tirakat bukan tanpa maksud, mereka tahu jika masjid yang dikeramatkan itu merupakan masjid peninggalan Ulama besar, almarhum KH. Moh. Kholil, yang sudah banyak menghasilkan ulama besar, tokoh penting dibidang agama. Di Masjid tua itu mereka sujud syukur, mohon kepada Allah SWT agar diberi berkah, keselamatan dunia dan akhirat.
Tentang keunikan Masjid yang telah mengalami rehab 3 kali itu, H. Asya’ari tokoh masyarakat setempat, mantan Lurah Mlajah yang juga mantan anggota DPRD Bangkalan kepada Memorandum menceritakan awal keberadaan masjid tua peninggalan KH. Kholil itu.
Dikatakan saat pemerintahan Cakraningrat IV, masjid tua itu memang berada di pinggir jalan raya jurusan Kota menuju Mertajesah. Suatu ketika para tokoh pemerintahan bermusyawarah akan memindahkan masjid itu agak kedalam, dengan pertimbangan karena masjid tua itu berada dipinggir jalan.
Mungkin saja rencana memindahkan masjid itu terdengar oleh almarhum KH. Moh. Kholil, lalu memerintahkan semua santrinya harus datang ke masjid tersebut. Malam hari sebelum para santri berangkat menuju masjid, KH. Moh. Kholil berpesan agar menjemput dirumah.
Setelah para santri yang datang dari beberapa daerah di nusantara berkumpul, merekapun berangkat ke rumah KH. Moh. Kholil. Sampai dirumah, ternyata KH. Moh. Kholil sudah berangkat lebih dulu menuju masjid. Lalu para santri pun berangkat menyusulnya.
Tapi apa yang terjadi, sesampai di lokasi Masjid, para santri jadi bingung. Sebab KH. Moh. Kholil beserta masjidnya tidak lagi dilokasi semula, ditepi jalan. “Setelah dicari-cari, Masjid itu sudah pindah ke agak dalam.” Tutur H. Asy’ari. Melihat kenyataan ini, para santri bisa berpikir bagaimana cara KH. Moh. Kholil memindahkan Masjid seorang diri.
Berbicara KH. Moh. Kholil, ulama besar yang saat itu disegani hampir oleh seluruh lapisan masyarakat, menurut H. Asy’ari menarik untuk mengungkap sejarahnya yang penih kegaiban. Diceritakan, saat itu KH. Moh. Kholil berguru kepada Kyai Dau, hanya secara bathin yang orang lain pasti tak akan tahu jika beliau berguru. “Mungkin di Masjid tua inilah, beliau banyak menimba ilmu agama secara bathin dari Kyai Dau,” uangkap H. Asy’ari
Dari kehebatan ilmu agamanya inilah KH. Moh. Kholil jadi terkenal. Sehingga banyak santri yang berdatangan dari seluruh pelosok Nusantara. Tapi tak semua calon santrinya langsung diterima. Mereka masih diuji dulu mentalnya.
Bahkan tak jarang ada beberapa calon santri ditolak. Kendatipun diterima biasanya mengalami ujian hingga tahunan untuk diterima jadi santrinya. (Hor, Koran Memorandum)