Pendiri Masjid Agung Bangkalan
Di sepanjang alur pemerintahannya, Raden Maulana Abdul Kadir sebagai penguasa Kerajaan Bangkalan, memang lebih disibukkan dengan agenda perang. Meski begitu, bukan berarti beliau melupakan peran dan tugas lainnya, terutama yang berkait erat dengan kesejahteraan rakyat, serta upaya penyebaran Agama Islam di kawasan Madura Barat.
Salah satu jasa beliau dibidang keagamaan, adalah menggagas pembangunan dan berdirinya Masjid Agung Bangkalan, yang hingga saat ini peran dan fungsinya tetap lestari di kalangan Umat Islam Kabupaten Bangkalan. Berkat jasa besarnya itulah, Raden Maulana Abdul Kadir juga dikenal sebagai sosok pimpinan negara yang berhak menyandang predikat Satrio Panandito (pemimpin berwawasan Ulama dan Umaroh) serta Sayyidin Panotogomo (pemuka dan penyebar agama) yang adiluhung.
Dari sudut pandang tatanan budaya Jawa, karakter dan pola kepemimpinan yang dikembangkan Raden Maulana Abdul Kadir selama bertahta di Kerajaan Bangkalan, sebagaimana dikutip dari buku karangan Sumarsaid Murtono, juga selalu berpijak pada filosofi budaya Jawa yang berbunyi,” Indra Yama Surya Candra Bayu Kuwera Baruna Brahma “. Artinya, disepanjang pemerintahannya, sosok Raden Maulana Abdul Kadir alias Pangeran Adipati Cakra Adiningrat II, dikenal sebagai seorang Raja yang dermawan, tegas, ramah tamah, penuh kasih-sayang, cermat, pemberi kegembiraan, cerdas, serta memiliki keberanian layaknya seorang ksatria sejati. Simpulnya, beliau adalah soso Raja yang arief dan bijaksana.
Pada akhirnya, Raden Maulana Abdul Kadir, salah seorang Raja Kerajaan Bangkalan yang dikenal trengginas di medan tempur itu wafat pada hari Kamis Legi 11 Safar 1775 Rahun Jawa, atau identik dengan tanggal 28 Januari 1847 Masehi. Jasad beliau disemayamkan di sebuah cungkup ukuran besar dengan konstruksi dan seni arsitektur bangunan bernuansa perpaduan Eropa (Belanda) dan Islam.
Di dalam Cungkup Paseran Raden Maulana Abdul Kadir yang tepat berada di belakang Masjid Agung itu, juga bersemayam belasan makam sanak keluarga dan kerabat dekat beliau. Diantaranya adalah makam Pangeran Muhammad Jusuf alias Panembahan Cakra Adiningrat VII (1847-1862), makam Raden Abdul Jumali alias Pangeran Pakuningrat (1862-1879), makam Raden Mohammad Ismail alias Panembahan Cakra Adiningrat V (1862-1882), dan masih lagi sanak keluarga dan kerabat lainnya.
Atas prakarsa seorang pengusaha besar asal Kabupaten Bangkalan, Drs H Hoesein Soeropranoto, yang kemudian bekerja sama dengan Yayasan Ta’mirul Masjid Agung setempat, Masjid Agung Bangkalan peninggalan Raden Maulana Abdul Kadir atau Sultan Abdul Kadirun menjalani rehabilitasi dan perluasan. Berbekal plavon dana sebesar Rp 545,5 juta lebih, proses rehabilitasi dan perluasan Masjid Agung Bangkalan itu akhirnya bergulir mulai tanggal 28 Oktober 1990 s/d tanggal 16 April 1991.
Sekarang, suasana dan kondisi bangunan Masjid Agung yang bersebarangan dengan dua komplek alun-alun Kota Bangkalan itu jadi semakin luas, artistik dan elegant setelah menjalani renovasi untuk kali kedua ketika era pemerintahan Bupati Bangkalan, RKH Fuad Amin,Spd.
Demikian sajian singkat seputar Masjid Agung Bangkalan, salah satu Obyek Wisata Religi kebanggaan Kabupaten Bangkalan. Semoga tulisan yang juga disisipi oleh latar belakang historis kehidupan Raden Maulana Abdul Kadir alias Pangeran Adipati Cakra Adiningrat II ini bermanfaat bagi para pembaca buku ini. (Disbudpar Bangkalan)