Sebagaimana halnya bahasa Jawa, Sunda dan Bali, maka Bahasa Madura pun mempunyai beberapa tingkat bahasa. Sesungguhnya ada lima tingkat bahasa (speech levels) dalam Bahasa Madura, namun pembagian tingkat bahasa tersebut bisa disederhanakan menjadi tiga tingkat saja, yaitu; tingkat bahasa kasar (iyâ-enjâ'), tingkat bahasa tengah (engghi-enten), dan tingkat bahasa halus (èngghi-bhunten) (Bloomfield 1965:294-302). Memang pada dasarnya tingkatan Bahasa Madura itu lazimnya dibagi menjadi tiga tingkat bahasa, yaitu :
Daftar isi
1. Tingkat Bahasa Umum (Iyâ- enjâ') = Lomra {L}
Tingkat bahasa ini merupakan tingkat bahasa yang secara struktural adalah yang paling lengkap dibandingkan dengan tingkat bahasa yang lain dalam Bahasa Madura. Tingkat bahasa ini oleh kebanyakan penulis seperti : H.N. Kiliaan, P. Penninga dan H. Hendriks, Murdiman Haksa Pratista dkk dan juga Alan M. Steven diistilahkan tingkat bahasa “kasar” dengan singkatan K.
Orang Madura pada umumnya tidak menyetujui istilah ini dengan alasan bahwa “kasar” mengandung konotasi jelek atan negatif, padahal bahasa itu indah dan tidak jelek!. Sebagai ganti "kasar” kami menggantinya dengan istilah “lomra” {L} dan untuk selanjutnya dalam buku kamus ini kami memakai istilah tersebut. Lomra berarti lumrah, lazim atau umum dan kepada penulis-penulis Belanda dan Amerika tersebut bisa menggantinya dengan istilah “algemeen” (=umum) bukan grof. onbeschaafd (=kasar/tidak beradab), dalam bahasa Inggris bisa diganti dengan “common” (=umum, biasa) bukan dengan rough =kasar, orang kasar).
Di Madura bahasa tingkat iyâ-enjậ' {L} ini dipakai oleh anak-anak dengan anak-anak sebaya sebagai bahasa keakraban, orang dewasa dengan orang dewasa yang dikenal sejak kecil atau sudah akrab, orang tua kepada anakanaknya sendiri, keponakannya dan kepada orang yang akrab dengannya, juga dipakai oleh sebagian golongan masyarakat priyayi kepada orang kebanyakan (rakyat). Contoh :
- Apa bâ’na ella tao? (= apakah kamu sudah tahu?)
- Sapa nyamana bâ’na, lè”? (=siapa nama kamu, dik?)
- Entara dâ' kamma? (=hendak pergi kemana?)
2. Tingkat Bahasa Menengah (Engghi-enten) = Tengaan {T}
Tingkat bahasa menengah ini di Bangkalan terdengar Engghi-enten (=é seperti e Jawa pada kata bapakne), merupakan tingkat bahasa tengahan {T} yang dipakai oleh anak-anak dipedesaan kepada orang tuanya, paman bibinya dan kepada orang yang lebih tua darinya. Di perkotaan dipakai oleh seorang mertua kepada menantunya, namun sekarang kebanyakan para mertua sudah memakai tingkat bahasa halus.
Juga dipakai oleh para induk semang kepada pembantu rumah tangga yang berasal dari desa pada jaman dahulu ketika masalah perjodohan ditentukan oleh kedua belah pihak orang tua dipakai oleh para suami kepada istrinya, di pedesaan juga dipakai oleh para isu kepada suaminya. Namun sekarang tingkat bahasa tengahan ini sudah jarang terdengar, sudah tidak dimengerti lagi olen generasi muda sekarang, Contoh :
- Napè dhika pon tao? (=apakah kamu sudah tahu?)
- Séra nyamana dhika, lè'? (=siapa nama kamu, dik?)
- Entara dâ’ ko'amma dhika? (=hendak pergi kemana?)
3. Tingkat Bahasa Tinggi/Halus (Èngghi-bhunten) = Alos {A}
Merupakan bahasa halus (=alos) yang dipakai sebagai kata pengantar dalam pertemuan-pertemuan, rapat-rapat musyawarah tanpa pengecualian yang hadir juga ada orang muda dan anak-anak, dipakai oleh orang dewasa dengan orang yang baru dikenal baik kepada yang lebih tua maupun terhadap yang lebih muda sebagai bahasa pergaulan yang sopan, dipakai oleh anak-anak kepada orang tuanya sendiri maupun kepada orang dewasa lainnya, dipakai murid kepada gurunya. Contoh :
- Ponapa panjhennengngan ampon mèyarsa? (=apakah kamu sudah tahu?)
- Paséra asmana panjhennengan, lè'? (=siapa nama kamu, dik?)
- Bhâdhi mèyossa dâ’ka’ờimma? (=hendak pergi kemana?)
{L} : sèngko' (=saya) <--> {L} : bâ’na (=kamu)
{T} : bulâ (=saya) <--> {T} : dhika (=kamu)
{A} : kaula (=saya) <--> {A} : sampeyan (=kamu)
{AT} : bhadhân kaulâ, abdhina (=saya) <--> {AT} : panjhennengan,padhâna, padhâ panjhennengan, ajunan dhâlem (=kamu)
Orang yang dalam berbicara memakai kata-kata {L} = (umum) dalam berkomunikasi dengan orang lain, di Madura disebut “ta' abhâsa”, tetapi sebaliknya yang memakai kata-kata {T}, {A}, atau {AT} disebut "abhâsa”. Namun demikian tidak semua kata-kata dalam kalimat itu harus memakai {T}, {A}, atau {AT), karena tidak semua kata dalam bahasa Madura punya {T}, {A}, atau {AT).
Sumber:
Kamus Bahasa Madura - Indonesia (Adrian Pawitra)
Next
« Prev Post
« Prev Post
Previous
Next Post »
Next Post »
Posting Komentar