Gula semut atau gula merah versi bubuk ternyata menjadi barang asli Indonesia yang sudah berhasil diekspor ke 16 negara. Tepatnya di Banyumas, Jawa Tengah yang terkenal sebagai daerah penghasil gula kelapa terbesar di Asia. Yang dulunya Nasib petani gulanya saja tidak menentu namun kini para petani gula di Desa Semedo, Kecamatan Pakuncen tersebut sejahtera.
Dulunya, gula kelapa petani selalu dihargai rendah oleh tengkulak karena menggunakan sistem ijon. Keterbatasan akses pemasaran, informasi pasar membuat mereka terjebak pada lingkaran tengkulak. Ini telah dialami para petani selama bertahun-tahun. Mirisnya lagi, tidak semua petani memiliki pohon sendiri, mereka menderes pohon milik orang lain dengan sistem bagi hasil.
Keadaan ini membuat Akhmad Sobirin yang merupakan salah satu pemuda Desa Semedo tergerak membangun kemandirian ekonomi para petani gula. Ia merasa terpanggil memberdayakan petani gula dengan mempelopori dan mengajak masyarakat di desa tersebut untuk memproduksi gula semut yang harganya jauh lebih tinggi daripada gula cetak yang biasanya mereka produksi.
Memperkenalkan Gula Semut Pada Para Petani Gula
Akhmad Sobirin mulai mempelajari tentang cara memproduksi gula semut, mulai dari pola pembinaannya dan bagaimana memanajemen kelompok. Ia pun mengumpulkan 20 petani gula kelapa untuk mengenalkan gula semut hingga mengajak mereka beralih memproduksi gula semut. Dari pertemuan tersebut petani diarahkan untuk membentuk kelompok.
Namun, banyak petani yang enggan beralih karena proses produksi gula semut sedikit lebih rumit dibanding gula cetak. Hal ini disebabkan selisih harga antara gula cetak dan gula semut yang terpaut jauh. Bayangkan, gula cetak yang biasa diproduksi penderes 10 tahun lalu hanya dihargai Rp 1.500 per kilogram, sementara gula semut atau gula kristal sudah menyentuh harga Rp 7.000 per kilogram.
Tidak menyerah, ia terus melakukan pendekatan personal hingga akhirnya pada Juni 2012 resmi dibentuk Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Gula Semut Manggar Jaya. Pembentukan kelompok agar pendampingan dan pembinaan kepada para petani dapat berjalan efektif, serta sebagai sarana tukar pikiran dan diskusi antarpetani gula kelapa.
Fokusnya adalah untuk memberdayakan petani gula kelapa ialah meningkatkan kualitas produk. Ini menjadi kendala internal karena saat itu gula yang dibuat petani belum standar, bahkan mereka masih nyaman menggunakan pengawet kimia. Padahal penggunaan pengawet kimia seperti natrium bisulfit sebenarnya mempunyai efek korosi yang keras bahkan terhadap logam.
Hal ini bisa membahayakan konsumen, serta tidak layak jual di pasar ekspor. Sehingga, dalam pembuatan gula semut Sobirin melarang petani menggunakan bahan pengawet, namun diedukasi menggunakan larutan organik. Mengganti larutan pengeras dan pengawet gula semut organik dari bahan alami antara lain, air kapur, daun sirih dan kulit manggis.
Berjalannya waktu, pada tahun 2013 para petani mendapat fasilitas sertifikasi organik oleh pengekspor. Sertifikat organik penting karena produk gula semut yang diproduksi petani Desa Semedo dijual ke pasar ekspor. Saat ini, hasil produksi gula semut di Kelompok Manggar Jaya dalam sebulan mencapai 20 ton, sedangkan jumlah anggotanya 138 petani.
Sebanyak 98 persen hasil produksi dipasarkan ke mancanegara, seperti negara-negara Eropa, India dan Amerika Serikat melalui pengekspor, sedangkan 2 persen dipasarkan ke toko ritel. Gula semut yang dipasarkan ke toko ritel dikemas menarik menggunakan merek "Semedo Manise" dengan ukuran mulai dari 100 gram, 250 gram dan 500 gram.
Sekarang para petani gula sudah terbebas dari tengkulak dan mandiri. Setelah mandiri, Akhmad Sobirin mengedukasi pentingnya penerapan manajemen keuangan keluarga. Para petani diajak bijak menggunakan pendapatannya untuk kebutuhan keluarga, menabung maupun menambah modal usaha, sehingga tidak ada lagi petani yang menunggak pembayaran.
Perjuangan Sobirin bersama masyarakat Semedo bisa dibilang berbuah manis, semanis produk mereka, gula semut. Hasil produksi yang terus meningkat seiring bertambahnya anggota dalam kelompok Tani mereka yang kini merambah desa tetangga. Ditambah permintaan pasar terhadap produk gula semut pun masih tinggi.
Setelah permintaan besar datang dari Amerika dan Eropa hingga 16 negara, kini mereka juga mengekspor ke Jepang, dan sedang terus mencoba masuk ke negara lainnya. Gula semut dari semedo sudah mendunia. Utamanya ia dipasarkan di pasar Eropa dan Amerika, bahkan 90 % produksinya untuk komoditi ekspor.
Akhmad Sobirin Terima Penghargaan SATU Indonesia Awards
Bukan hanya gula semut Semedo yang berhasil dikembangkan, Akhmad Sobirin pun berhasil mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Awards dari Astra di bidang kewirausahaan pada tahun 2016. Astra juga melakukan pendampingan hingga bantuan terhadap pengembangan program yang dilakukan.
Di tahun 2018 Astra memberi kepercayaan pada Sobirin membentuk Kampung Berseri Astra. Astra juga memberikan bantuan, 700 unit alat saring berbahan stainless steel agar peralatan yang digunakan memenuhi standar foodgrade. Tahun 2021 Desa Semedo pun ditetapkan menjadi Desa Sejahtera Astra dengan segala pembinaan dan pendampingan.
Tujuannya untuk membentuk Koperasi Semedo Manise Sejahtera atau Koperasi SMS. Astra menjadi seperti keluarga bagi Sobirin dan masyarakat Semedo. Sebagai penggerak dan agen perubahan, langkah Sobirin memang layak untuk diapresiasi serta didukung. Terbukti, sejak 2012 kini Desa Semedo terus berkembang menjadi lebih baik.